0

Hijab dan saya…

Saya pertama kali jatuh cinta dengan hijab saat saya kelas 2 SMA. Masih cupu kali ya waktu itu.hehe.. Ceritanya pas pesantren kilat di sekolah, dan sebagai pengurus ROHIS yang baik (lebay ini :p) jadilah petugas amil zakat merangkap petugas wira wiri.hehe..
Awalnya karena rasa risih,ga enak,malu wira wiri di masjid tapi ga pakai kerudung yang benar. Cuma kain panjang yang disampirkan begitu saja menutupi kepala (padahal rambut juga masih tampak jelas..hikss). Kemeja lengannya juga paling 7/8 (jarang punya kemeja lengan panjang dulu) plus celana jeans,,fiiuuh *menghela nafas. Suatu sore mulailah saya belajar menggunakan kerudung (atau lebih sering disebut jilbab) dengan lebih baik, berguru sama adik kelas saya waktu itu (angkatan saya anak rohis nya belum pada pakai waktu itu). Tidak lagi kerudung seadanya yang hanya asal disampirkan, tapi menggunakan kain segiempat dilipat menjadi segitiga, menutup sempurna.
Perasaan saya biasa saja saat itu. Toh hanya dipakai saat acara sekolah, ramadhan itu. Banyak komentar muncul, ada yang bilang saya lebih cantik pakai jilbab (ciieeee…). Hampir sepanjang sisa ramadhan saya selalu menggunakan kerudung seperti itu. Witing tresno jalaran soko kulino, cinta itu datang karna terbiasa. Itulah cinta pertama saya pada hijab. Hingga ketika ramadhan berakhir, saya beranikan mengajuka permintaan pada ibu saya. Saya ingin mulai memakai hijab,kerudung,busana muslimah,kemana pun,kapan pun. Tapi sayang, jiwa ababil saya ternyata masih begitu dominan. Ketika ibu saya mengatakan tidak dengan berbagai alasan, saya pun tidak berargumen sama sekali.

Sedikit flashback, saya menganggap hijab itu bukan sesuatu yang wajib. Sedikit gambaran, jaman saya kecil yang pakai hijab itu biasanya ibu-ibu atau nenek-nenek, itupun seringnya yang udah naik haji. Contoh paling nyata dari keluarga terdekat saya. Dan bertahun-tahun belajar agama di sekolah, ga pernah deh seingat saya tentang kewajiban berhijab. Apa mungkin saya yang tidur atau lupa kali ya. Dulu waktu saya SMP, teman dekat saya bilang, dia mau berhijab SMA nanti, karna berhijab itu wajib, dan kakak perempuannya pun sudah mulai berhijab. Itu pertama kali saya tahu dan kemudian berjanji ingin ikut berhijab bersamanya SMA nanti. Tapi keinginan itu terlupakan karna kemudian saya pindah sekolah. Yah, saya mulai melihat mbak-mbak yang berhijab itu ya baru ketika saya masuk SMA. Kakak kelas saya yang anak ROHIS rata-rata berhijab. Pun mbak yang mengisi taklim (mentoring, halaqoh). Tapi ga ada pikiran tuh tentang janji berhijab (astaghfirulloh,bandel banget ini..).

Sejak ramadhan itu saya mulai memakai kerudung yang benar ketika acara-acara Rohis. Yah belum bisa dibilang berhijab yang bener sih, soalnya kemana mana ga pernah lepas dari yang namanya jeans, pake rok itu cuma rok sekolah.hehe..

Buat saya, hijab itu identitas ketika kemudian saya memutuskan berhijab November 2003. Jauh lebih lama dari ketika pertama kali saya merencanakannya. Saat awal-awalpun saya masih sering bandel ga jilbaban kalau cuma sekedar keluar ambil koran (pake acara ngintip dulu kalau ada cowok lewat) *tobat…

Titik balik saya untuk tidak menunda lagi karena kata-kata dari temen kuliah saya waktu kami lagi ngerjain tugas bareng. Katanya kurang lebih “kalau ditanya kenapa belum berhijab,orang bilang karena belum siap, nah kalau ditanya kapan siapnya, orang pada ga bisa jawab kan. Kamu sendiri kapan siapnya wi?”. Kalau ini adegan di komik,mungkin ada pisau yang menusuk jantung saya ‘mak jleb’. Sempat terbebani dengan kelakuan dan sifat saya yang masih kayak ababil dan temperamen, takut merusak citra berhijab. Masa jilbaban tapi suka marah-marah,jutek, labil, ibadahnya masih compang camping. Tapi kata murobbiyah ato mentor saya waktu itu, justru dengan berhijab kita jadi memotivasi diri kita buat jadi lebih baik, beribadah dan bersikap lebih baik seperti akhlak yang memang diajarkan dalam Islam. Kalau ngajinya masi belum tartil ya belajar, kalau sholat masi jarang dan ga tepat waktu ya mulai disiplin. Intinya kita berhijab sambil terus memperbaiki diri. Kalau kita nunggu baik dulu baru berhijab,mau sampai kapan? Karena pada dasarnya tingkat kepuasan manusia itu ga terbatas dan ukuran baik itupun relatif, kadang bagi orang yang melihat udah baik, tapi kalau orang itu sendiri belum menilai dirinya cukup baik,yah orang tersebut akan cenderung memakai penilaiannya kan. Nanti akan lahir kalimat “ah saya masih kurang ini,belum itu, jadi belum pantas berhijab”… Ah..

Soal masalah-masalah yang muncul di awal berjilbab biasanya sih soal pakaian. Koleksi pakaian saya ga banyak. Waktu ada niat berhijab emang udah mulai milih baju yang lengan panjang. Tapi itupun kan baru beberapa. Mau beli baju baru ga enak minta uang ke ortu. Jadilah, awal saya berhijab, dalam 6 hari kuliah, baju saya paling ya itu-itu saja. Baju hari senin misalnya, pulang kuliah langsung dicuci, nanti hari kamis ato jumat saya pake lagi. Pokoknya selalu ada pengulangan pemakaian baju. Bongkar lemari, ketemu baju lama ibu atau malah kakak cowok saya, ya itu aja yang saya pakai, yang penting lengan panjang. Kalau jilbab biasanya tunggu bazar di kampus, ada yang jual jilbab murah dan tebal (jadi ga perlu di dobel karena saya ga pintar pakai hijab yang rangkap-rangkap). Soal jeans, saya masih pakai sampai semester 3 atau 4, sisanya pakai rok atau celana kain (kalau sikon tertentu). Alhamdulillah sekarang udah bisa beli baju sendiri, walaupun masih sering juga membongkar lemari dan nemu baju lama ibu yang bisa dipakai :p .

Soal muslimah berhijab penampilannya norak, kelihatan tua, eits nanti dulu. Sekarang banyak para hijabers yang tampil modis, cantik dan syar’i. Udah banyak banget busana muslimah buat hijabers yang dijual dengan harga terjangkau sekarang. Yang kita lakukan tinggal memilih dan memilahnya, mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan syariat busana muslimah. Niat yang baik untuk berhijab harus disertai tindakan berhijab secara baik pula. Banyak panduan yang mengajarkan kita berhijab tetapi semua kita kembalikan lagi sama bagaimana Alloh mengatur ya sis..

Soal kerjaan. Jangan pernah takut ga bakal dapat kerja dengan jilbab. Saya cuek saja dengan jilbab saya ketika saya melamar kerja di KAP,manajer saya waktu itu etnis tionghoa, dan beliau menghargai penampilan saya. Hijab justru membuat saya tidak bisa dinali dari penampilan fisik saja, tetapi membuat orang menilai kemampuan saya.

Hijab saya sekarang memang masih jauuuuuuuh dari sempurna. Kelakuan dan ibadah sayapun masih tahap perbaikan terus menerus. Tapi tidak pernah terpikir untuk melepasnya, walaupun ada teman kos yang pernah bilang kalau saya lebih cantik ga pake hijab. Waktu itu saya sempat geli, agak sebel juga sih, tapi dalam hati saya bersyukur, kalau gitu kecantikan saya hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang berhak saja 😀

Saya bersyukur diberi kemudahan dalam berhijab. Banyak yang ingin berhijab tetapi mendapat tentangan dari keluarga ataupun lingkungannya. Di bagian dunia yang lain bahkan ada yang terancam nyawanya ketika dia memutuskan berhijab. Saya bersyukur, saya tumbuh di lingkungan yang sangat baik, tidak ada ancaman apapun ketika saya ingin berhijab. Hijab bukan sekedar kain panjang yang saya julurkan menutupi tubuh saya, bagi saya, inilah identitas saya.

Sungguh saya masih sangat jauuuuuuuuuh dari sempurna, begitupun hijab saya. Tapi selalu ada proses evaluasi dan perbaikan diri sampai kain kafan yang menjadi penutup dan hijab bagi saya kelak..insyaAlloh…

0

13.12.11

13.12.11 ternyata angka hitungan mundur…
Ada doa yang lamat-lamat dipanjatkan.
Ketika angka cantik tlah lewat dan penyempurnaan yang separuh belum tiba waktunya..

Berharap ketika susunan angka itu dibalik,yang separuh pun telah digenapkan..
Tapi berharap tak perlu selama itu tuk menyempurnakannya..

Suatu penyempurnaan semata karna Allah, bukan sekedar fisik,perhatian,kasih sayang,keluarga,nasab,harta,tetapi di atas segalanya adalah akhlak dan agamanya..

Dan Karena-Nya kita membangun cinta kita kelak.

Smoga Alloh telah menuliskan tuk mempertemukan kita di suatu waktu.

Dan mungkin dunia kita kan menjadi begitu sempit rasanya saat itu..

Huruf ta.

0

puding coklat dan teh hangat

Ini adalah sebuah janji di masa lalu. Menyajikan sepiring puding coklat dan secangkir teh manis hangat kepada seorang spesial.

Sebuah janji yang tak kan terwujud untuk seseorang.

Dan sebuah janji yang belum terwujud untuk seorang spesial yang belum boleh disebut namanya.

Janji itu.
Lebih dari sekedar puding coklat biasa.
Lebih dari secangkir teh hangat.