0

Impian, refleksi 1/4 abad

# Terlalu banyak mimpi dan impian selayaknya anak muda yang penuh ambisi

Saya begitu speechless saat membaca notes milik teman saya di FB. Kehidupannya sebagai pengajar, di samping sebagai abdi bagi negara ini. Saya iri, jujur saja, karna melihat seseorang yang punya passion seperti yang dia miliki. Passion yang saya tangkap di setiap dia menceritakan kisahnya di sekolah. Bahkan ketika dia menuangkan kesahnya, tapi bagi saya semua tampak wajar.

Kemudian beranjak pada kisah teman-teman saya di KAP dulu.

Ada yang tahun ini berencana masuk big 4, sesuatu yang sempat singgah di benak saya 5 tahun yang lalu, saya saat begitu berambisi menjadi auditor. Walaupun impian itu hanya sekedar mampir, karna saya berubah pikiran tidak ingin menjadi auditor, dan  kemudian kembali lagi saat saya telah mencicipi dunia auditing yang begitu menantang dan bikin stres.hahaha… *gejala kelabilan dan inkonsistensi saya*.

Ada pula yang setelah dari KAP pindah ke perusahaan ternama, menjadi IA, disekolahkan untuk mendapatkan gelar CIA (Certified Internal Auditor) dan sekarang sedang mengajukan aplikasi beasiswa di universitas luar (wish u all the best for your application, friend), tetapi masih berambisi bisa terjun ke dunia big 4 yang belum tersentuh oleh saya itu.

Menjadi Ibu rumah tangga, sebuah impian yang pernah saya tuliskan kemarin mungkin jauh dari kesan glamour, jauh dari kata ambisi, meskipun membangun generasi yang hebat dari sebuah rumah bagi saya lebih dari ambisi yang lain. Generasi penuh cinta, saya menyebutnya, generasi yang ingin saya didik dari rumah sederhana saya kelak. Mungkin karna saya tumbuh di keluarga yang kedua orangtua saya bekerja,meskipun saya tidak menyalahkan mereka akan kondisi ini, bukankah ini demi mencukupi kami juga, anak-anaknya.  Saya hanya ingin anak-anak saya kelak jadi generasi penuh cinta, yang menghargai kehidupan lebih baik daripada saya.

Sekedar intermezo saja.

Kini saya mengingat impian dan mimpi saya yang lain, keinginan yang terukir di hati.

Pengen punya toko busana muslim, toko bunga dan toko buku merangkap perpustakaan (rumah baca).

Kenapa Toko busana muslim, karna saya memakai jilbab dan saya ingin menjual baju-baju yang tetap modis tapi tidak melanggar syariat. Apa dengan memakai jilbab lebar, panjang, maka kita tidak boleh modis? Menjadi modis tidak harus mengikuti tren yang ada, yang makai jilbab tapi tetap ketat kayak lemper. Kata teman saya, wanita harusnya menutup, bukan membungkus (^__^).

Sebenarnya trik termudahnya membuat pakaian yang sederhana di bagian atas (bagian yang tertutup jilbab), tapi bermain pernik di bagian bawah.Selama ini saya mencari, tapi belum menemukan yang sreg dengan saya..

Toko Bunga, meskipun saya tak pandai soal herbology tanam-menanam, tapi suka bunga. Dan semakin tertarik setelah membaca banyak komik yang menyinggung-nyinggung soal “bahasa bunga”. Bahwa setiap bunga memiliki arti tersendiri. Contohnya, ada yang bilang mawar putih untuk melambangkan cinta yang suci. Dandelion bisa berarti keinginan terkabulkan, kesetiaan. Mawar Kuning artinya persahabatan, cemburu, mencoba untuk peduli. Dan masih banyak lagi.

Toko buku, ini mah karna saya pecinta buku…

Dan saya pengen banget toko bukunya kayak punya Kathleen Kelly (Meg Ryan) sekaligus Joe Fox (Tom Hanks) di film You’ve Got Mail. Hehe…

Pengen Sekolah ke luar negeri ambil jurusan bisnis atau psikologi.

Karna dari dulu tergila-gila ma dunia psikologi. Kalau bisnis mah karna dulu pengen banget jadi konsultan keuangan.

Pernah juga bermimpi masuk Harvard kayak cita-citanya Rory Gilmore Girls (walopun akhirnya dia milih Yale).

Sekarang,

Saya punya mimpi impian lain, agak konyol atau bahkan terlalu ambisius mungkin. Saya ingin jadi salah satu tokoh perubahan di lingkungan kerja saya, di kementerian itu…  Jika memang yang diperlukan adalah jabatan tertentu untuk mengubahnya menjadi lebih baik, saya berharap, berdoa, semoga suatu saat Allah akan mengizinkannya…

Apapun mimpi dan impian yang pernah ada, yang sudah terlewati, telah dicapai, ataupun masih dalam proses pencapaian, jadikan itu pelajaran, karna bagi saya, impianlah yang memastikan bahwa diri saya masih manusia, bukan manusia berjiwa robot ataupun robot yang terperangkap dalam tubuh manusia.


0

Impian untuk Negeri-Cita Penduduk Negeri Sejahtera

Seperti biasa banyak pikiran yang berkeliaran bebas di otak saya. Saking banyaknya bikin saya uring-uringan sepanjang hari ini.

Begitu banyak yang ingin ditulis, lagi-lagi.

Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah blog rekomendasi teman saya. Blog milik seorang PNS. (http://kringetdingin.wordpress.com). Sang penulis bercerita mengenai pengalamannya sebagai seorang PNS, dan permasalahan yang dia hadapi. Hingga ada suatu statement yang begitu jelas terbaca, “saya gak menyesal memilih untuk mengabdikan diri pada negara, hanya menyesalkan sikap para pejabat yang terkesan arogan dan gak mau tau gimana nasib pegawainya”..

Saya tertohok dengan kata-kata itu. Mungkin karna akhir-akhir ini merasa berada di titik jenuh pengabdian saya terhadap negara. Betapa sering rasanya saya ingin kabur dari pekerjaan ataupun telpon dan sms akhir pekan dari bos saya akhir-akhir ini.
Saya sudah berada di titik muak menghadapi orang-orang yang begitu mengutamakan ego dan pendapatnya sendiri hingga kejujuran, keyakinan, ataupun pendapat dan argumen positif lain rasanya tak ada artinya lagi.

Saya bertanya-tanya kapankah semua akan jadi lebih baik? Akankah tiba saatnya jabatan-jabatan tertinggi itu diisi oleh orang yang benar-benar ahli dalam bidangnya, diakui prestasinya? Bukan hanya diisi oleh orang-orang yang duduk karna hal-hal berbau politis?

Okelah ada beberapa yang memang berprestasi, tapi masih banyak pula yang duduk karna hal-hal politis (tak sedikit pula karna koneksi yang baik).

Bahwa hidup rakyat Indonesia ini tak kan jadi lebih baik dengan orang-orang “songong” di atas sana, orang-orang yang hanya bertindak memikirkan (sekali lagi) ego dan gengsinya. *Di mana Panca Prasetya Korpri itu mereka tanamkan? apakah sekarang itu hanya sekedar omong kosong hafalan yang mereka ucapkan kala prajab dulu?*

Apakah pada akhirnya lingkungan birokrasi negeri ini hanya akan diisi oleh orang-orang yang memutuskan membuang potensi mereka untuk menjadi lebih maju hanya karna iming-iming tunjangan hari tua dari negara? Ataukah oleh agen perubahan yang ingin mewarnai lingkungan ini menjadi lebih baik, tapi kemudian kalah oleh mayoritas yang membuat dirinya terwarnai? Atau oleh para agen yang mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang sejati seperti diamanatkan UUD 1945, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Bahwa rakyat yang sehat, kuat, cerdas, bukan hanya di negeri dongeng impian saya, tapi ada di negeri ini, Indonesia, suatu saat nanti….

Sekalipun terdengar naif, inilah Cita Penduduk Negeri Sejahtera, pinjem istilah seorang teman sesama pejuang di negeri ini…